Etika Mahasiswa Pembentuk Karakter Bangsa

Berkaitan dengan membangun etika mahasiswa, dewasa ini sedang marak tema tentang ‘character building’ dalam dunia pendidikan. Apabila kita simak bersama, dalam pendidikan tidak hanya sebatas mentransfer ilmu saja. Namun lebih jauh dan lebih utama dari pengertian itu adalah agar dapat membentuk karakter seseorang menjadi lebih baik. Lebih sopan dalam  tataran etika, estetika maupun perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Etika dan Moral

Etika lebih erat kaitannya dengan kata moral. Merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu “mos” dan dalam bentuk jamaknya “mores”. Yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup  seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari tindakan buruk.

Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya. Tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.

Setiap komunitas memiliki sistem nilai masing-masing. Baik dari unit komunitas yang paling kecil yaitu keluarga, komunitas dunia pendidikan/persekolahan, dan komunitas yang lebih luas lagi yaitu masyarakat. Para anggota komunitas itu dituntut untuk dapat memahami dan menjalani sistem nilai yang berlaku. Begitupun di lingkungan kampus, setiap civitas akademika diharapkan ikut membangun sistem nilai di lingkungan kampus, baik dosen, karyawan dan mahasiswa.

Etika Mahasiswa

Antara etika dengan mahasiswa memiliki hubungan yang sangat erat. Etika sangat berperan penting terhadap diri mahasiswa maupun orang lain. Dengan memahami peranan etika mahasiswa dapat bertindak sewajarnya dalam melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa. Misalnya di saat berdemonstrasi menuntut keadilan, etika mahasiswa menjadi kontrol yang dapat menahan mahasiswa agar tidak bertindak anarkis. Dengan etika mahasiswa dapat berperilaku sopan dan santun terhadap siapa pun dan apapun. Sebagai seorang mahasiswa yang beretika, mahasiswa harus memahami kebebasan dan tanggung jawab.

Di bawah ini beberapa etika mahasiswa yang perlu diterapkan di kampus, antara lain:

  1. Menaati peraturan yang ditetapkan oleh Fakultas dan Para Dosen yang mendidik anda.
  2. Menganggap teman sesama mahasiswa sebagai teman sejawat yang harus saling membantu dan  menganggapnya sebagai pesaing secara sehat dalam  berkompetisi meraih prestasi akademis.
  3. Menjunjung tinggi kejujuran ilmiah dengan menaati kaidah keilmuan yang  berlaku. Seperti menghindari tindakan menyontek, plagiat, memalsu tandatangan kehadiran dan tindakan tercela lainnya.
  4. Berperilaku sopan dan santun dalam bergaul di lingkungan kampus dan di masyarakat umum sebagai manifestasi dari kedewasaan dalam berfikir danbertindak.
  5. Berpenampilan elegan sesuai dengan mode yang berlaku saat ini tanpa harus melanggar tata tertib berpakaian di kampus.
  6. Berfikir kritis, rasional dan ilmiah dalam menerima ilmu pengetahuan baru. Aartinya bisa mempertimbangkan mana yang benar dan mana yang salah dengan menguji setiap masukan dengan cara mengkonfirmasikan ke sumbernya.
  7. Mempunyai prinsip yang jelas dalam berpendirian di dasari dengan kerendahan hati tanpa harus tampak sombong atau angkuh.

Pembentukan Karakter

Kita harus sadar, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya. Hal ini cukup beralasan. Mengapa mutlak diperlukan? Karena adanya krisis yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Suatu pemimpin bangsa yang besar untuk mengajak bangsa atau rakyatnya menjadi “pemimpi” dalam menggapai kemakmuran yang dicita-citakan.

Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul beban lebih berat.  Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah pembentukan karakter dan watak (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial bagi  notion building  atau dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab dan beretika.

Kita harus sadar, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya. Hal ini cukup beralasan. Mengapa mutlak diperlukan? Karena adanya krisis yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah-olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi. Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Suatu pemimpin bangsa yang besar untuk mengajak bangsa atau rakyatnya menjadi “pemimpi” dalam menggapai kemakmuran yang dicita-citakan.

Peran Pendidikan

Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada negara-negara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul beban lebih berat.  Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetap lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dan pembudayaan itu adalah pembentukan karakter dan watak (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial bagi  notion building  atau dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab dan beretika.

Oleh karena itu, reformasi pendidikan sangat mutlak diperlukan untuk membangun karakter atau watak suatu bangsa, bahkan merupakan kebutuhan mendesak. Reformasi kehidupan nasional secara singkat, pada intinya bertujuan untuk membangun Indonesia yang lebih genuinely dan  authentically  demokratis dan beretika, sehingga betul-betul menjadi Indonesia baru yang madani, yang bersatu padu (integrated). Di samping itu, peran pendidikan nasional dengan berbagai jenjang dan jalurnya merupakan sarana paling strategis untuk mengasuh, membesarkan dan  mengembangkan warga negara yang demokratis dan memiliki keadaban (civility) kemampuan, keterampilan, etos dan motivasi serta berpartisipasi aktif, merupakan ciri dan karakter paling pokok dari suatu masyarakat madani Indonesia.

Pendidikan Karakter

Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan  educational networks  yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan.

Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah).

Sedangkan pendidikan karakter melalui kampus bagi para mahasiswa, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (characterbase education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran Agama, Sejarah, Moral  dan sebagainya.

Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Menurut Qurais Shihab (1996 ; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan di sini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.

Simpulan

Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan.  Ki Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan “tuntunan” bukan “tontonan”. Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan “among”‘ yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang.

Opini Diana Septi Purnama, M.Pd

Leave a Reply